VIVAnews - Presiden Iran, Mahmoud Ahmadinejad melontarkan gagasan unik untuk mengatasi krisis kependudukan di Iran. Demi mendongkrak populasi, Ahmadinejad menyarankan agar para gadis jangan menunda-nunda untuk menikah, kalau bisa di usia 16 tahun sudah berstatus nyonya agar segera punya keturunan.
“Kita harus menerapkan usia menikah untuk lelaki adalah 20 tahun dan untuk wanita adalah 16 atau 17 tahun,” ujar Ahmadinejad seperti dilansir harian pemerintah, Jam-e Jam, yang kemudian dikutip kantor berita Associated Press, Minggu 21 November 2010.
Saran itu juga merupakan bentuk penentangan Ahmadinejad atas program Keluarga Berencana (KB), yang telah diterapkan di Iran sejak dekade 1990an. Program KB telah menurunkan angka populasi penduduk Iran.
Bagi Ahmadinejad, KB merupakan program impor dari Barat yang merugikan Iran. “Umur pernikahan untuk lelaki kini telah mencapai 26 tahun dan wanita 24 tahun. Hal ini sangat tidak beralasan,” ujar Ahmadinejad.
Saat ini populasi Iran sebanyak 75 juta orang dan sepertiga dari mereka masuk dalam kelompok usia 15-30 tahun. Sejak memerintah tahun 2005, Ahmadinejad berusaha untuk meningkatkan angka populasi di Iran.
Pada Juli lalu, dia mengesahkan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan angka populasi pendudukan, dengan memberikan insentif kepada setiap bayi yang lahir. Ahmadinejad mengatakan bahwa pemerintah Iran dapat menghidupi 150 juta orang.
(Dikutip dari : VivaNews.com | Minggu, 21 November 2010 | 16.45 WIB)
Analisa :
Masalah kependudukan memang bisa menjadi permasalahan bagi suatu negara. Jika di China, pemerintah gencar untuk membatasi jumlah penduduknya, Iran justru bertentangan. Sadar bahwa penduduk merupakan aset dan sumber daya yang penting bagi perkembangan masa depan negara ke depannya, maka Iran pun menolak program KB yang dilansir berasal dari negeri barat dan justru menyarankan agar warganya untuk tidak segan2 melakukan pernikahan dini serta memiliki keturunan sesegera mungkin guna mendongkrak populasi. Apalagi, dorongan tersebut diimbangi dengan pemberian insentif bagi setiap bayi yang lahir. Akan tetapi, apakah pemberian insentif tersebut diberikan hanya pada saat awal saja ataukah diberikan sampai pada usia tertentu? Hal itu masih belum jelas..
Di satu sisi ketika jumlah penduduk suatu negara sedikit, mereka justru sangat dihargai.. Mari ambil contoh negara Singapura.. Pemerintah Singapura sangat memperhatikan kesejahteraan warganya mulai dari fasilitas umum yang disediakan, kesehatan, pendidikan, dll. Tidak heran negara tsb bisa menjadi negara yang kaya meski luas wilayah dan jumlah penduduknya kecil. Di sisi lain, mari lihat negara kita Indonesia. Dengan jumlah penduduk yang lebih besar serta sumber daya yang kaya, seharusnya Indonesia tidak kalah dari negara tetangga kita. Tapi nyatanya tetap saja kita masih kalah jauh. Selain itu, ketika bencana melanda, seperti bencana di Wasior beberapa pekan lalu, para warga yang terkena bencana seakan diterlantarkan. Bayangkan pemerintah butuh waktu 2 hari untuk memustuskan untuk mengirimkan bantuan. Dalam kurun waktu tsb mungkin saja akan menambah jumlah korban misalnya korban yang terjebak dalam reruntuhan. Apakah hal tsb dianggap bisa sedikit melonggarkan kepadatan populasi?
Nah, kembali ke Iran.. Dengan menghentikan program KB yang berlaku, tentunya ada dampak positif dan negatifnya. Menurut saya, dampak positifnya adalah seiring dengan peningkatan populasi pemerintah mengharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi karena warga dianggap sebagai aset negara. Dampak negatifnya adalah kemungkinan terjadinya seks bebas. Dan ketika seks bebas terjadi maka kemungkinan penderita HIV/AIDS pun meningkat. Jadi sebaiknya pemerintah Iran juga harus memperhatikan masalah ini. Harus ada kontrol agar wanita yang menghasilkan keturunan sudah berstatus menikah.